Rabu, 30 Agustus 2017

Perjalanan Pulang dari TMII - Yemima

Perjalanan Pulang
Ke Tangerang


    Tidak terasa waktu begitu cepat dan jam menunjukkan pukul 15.00 WIB. Setelah semuanya berkumpul kami naik ke dalam bis masing masing. Seperti biasa diawali absen dan doa. Semua wajah tampak lelah karena matahari hari itu tampak begitu cerah menyinari kami. Seperti berangkat tadi,  suasana begitu sunyi dan tidak beberapa lama keaddan menjadi ramai lebih ramai dari berangkat. Setengah diantara kami juga memutuskan untuk tidur. Tetapi perjalanan pulang ini tidak secepat perjalanan berangkat pagi, disepanjang jalan mulai dari tol padat merayap; karena hari itu adalah weekend. Setelah 2 jam lebih dalam perjalanan,  akhirnya kami tiba dengan selamat dan tidak kurang suatu apapun. Semua rombongan kami, membawa kesan masing masing dalam study tour tahun ini. Kami merasa senang dan gembira membawa pengalaman dan pelajaran baru tentang TMII. 














Oleh: Yemima Juniarni Daeli

Sejarah TMII - Yemima

Sejarah TMII
   
       Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan suatu kawasan taman wisata bertema budaya Indonesia di Jakarta Timur. Area seluas kurang lebih 150 hektare atau 1,5 km2. Taman ini merupakan rangkuman kebudayaan bangsa Indonesia, yang mencakup berbagai aspek kehidupan sehari-hari masyarakat 26 provinsi Indonesia (pada tahun 1975) yang ditampilkan dalam anjungan daerah berarsitektur tradisional, serta menampilkan aneka busana, tarian, dan tradisi daerah. Di samping itu, di tengah-tengah TMII terdapat sebuah danau yang menggambarkan miniatur kepulauan Indonesia di tengahnya, kereta gantung, berbagai museum, dan Teater IMAX Keong Mas dan Teater Tanah Airku), berbagai sarana rekreasi ini menjadikan TMIII sebagai salah satu kawasan wisata terkemuka di ibu kota. Gagasan pembangunan suatu miniatur yang memuat kelengkapan Indonesia dengan segala isinya ini dicetuskan oleh Ibu Negara, Siti Hartinah, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibu Tien Soeharto. Gagasan ini tercetus pada suatu pertemuan di Jalan Cendana no. 8 Jakarta pada tanggal 13 Maret 1970. Melalui miniatur ini diharapkan dapat membangkitkan rasa bangga dan rasa cinta tanah air pada seluruh bangsa Indonesia. Maka dimulailah suatu proyek yang disebut Proyek Miniatur Indonesia "Indonesia Indah", yang dilaksanakan oleh Yayasan Harapan Kita.
        TMII mulai dibangun tahun 1972 dan diresmikan pada tanggal 20 April 1975. Berbagai aspek kekayaan alam dan budaya Indonesia sampai pemanfaatan teknologi modern diperagakan di areal seluas 150 hektare. Aslinya topografi TMII agak berbukit, tetapi ini sesuai dengan keinginan perancangnya. Tim perancang memanfaatkan ketinggian tanah yang tidak rata ini untuk menciptakan bentang alam dan lansekap yang kaya, menggambarkan berbagai jenis lingkungan hidup di Indonesia. TMII memiliki logo yang pada intinya terdiri atas huruf TMII, Singkatan dari "Taman Mini Indonesia Indah". Sedangkan maskotnya berupa tokoh wayang Hanoman yang dinamakan NITRA (Anjani Putra). Maskot Taman Mini "Indonesia Indah" ini diresmikan penggunaannya oleh Ibu Tien Soeharto, bertepatan dengan dwi windu usia TMII, pada tahun 1991. Di Indonesia, hampir setiap suku bangsa memiliki bentuk dan corak bangunan yang berbeda, bahkan tidak jarang satu suku bangsa memiliki lebih dari satu jenis bangunan tradisional. Bangunan atau arsitektur tradisional yang mereka buat selalu dilatarbetakangi oleh kondisi lingkungan dan kebudayaan yang dimiliki. Di TMII, gambaran tersebut diwujudkan melalui Anjungan Daerah, yang mewakili suku-suku bangsa yang berada di 33 Provinsi Indonesia. Anjungan provinsi ini dibangun di sekitar danau dengan miniatur Kepulauan Indonesia, secara tematik dibagi atas enam zona; Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Tiap anjungan menampilkan bangunan khas setempat. Anjungan ini juga menampilkan baju dan pakaian adat, busana pernikahan, baju tari, serta artefak etnografi seperti senjata khas dan perabot sehari-hari, model bangunan, dan kerajinan tangan. Semuanya ini dimaksudkan untuk memberi informasi lengkap mengenai cara hidup tradisional berbagai suku bangsa di Indonesia. Setiap anjungan provinsi juga dilengkapi panggung, amfiteater atau auditorium untuk menampilkan berbagai tarian tradisional, pertunjukan musik daerah, dan berbagai upacara adat yang biasanya digelar pada hari Minggu. beberapa anjungan juga dilengkapi kafetaria atau warung kecil yang menyajikan berbagai Masakan Indonesia khas provinsi tersebut, serta dilengkapi toko cenderamata yang menjual berbagai kerajinan tangan, kaus, dan berbagai cenderamata.

Anjungan TMII-Yemima

Anjungan dan 
Suasana TMII hari itu

    
   Makan siangpun selesai dan kami diberi waktu bebas dengan instruksi pukul 14.30WIB sudah berkumpul kembali di museum keprajuritan. Saya memutuskan untuk berkeliling TMII dengan mengunjungi beberapa anjungan anjungan. Tapi saya kecewa,  karna tidak seperti dulu kita dapat masuk ke dalam rumah rumah adat yang ada. Pada hari itu juga TMII ramai sekali karna beberapa anjungan digunakan untuk acara acara khusus; seperti di rumah adat Sumatera Utara sedang ada acara /pertemuan masyarakat Batak. Bukan hanya anjungan, rumah ibadat juga dipakai untuk beribadah. Pengunjung juga tidak hentinya datang ke TMII, mungkin karna hari itu adalah hari sabtu sehingga keluarga menghabiskan waktu untuk berekreasi bersama. Beberapa anjungan yang saya kunjungi:




Oleh: Yemima Juniarni Daeli

Museum Keprajuritan TMII

Museum Keprajuritan


   Saya dan rombongan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki kembali. Terik matahari mulai menyinari kami.  Berbagai ekspresi tampak pada raut wajah kami semua. Ada yang merasa lelah, tampak biasa saja, dan tampak semangat. Tidak lama kemudian kami sampai di Museum Keprajuritan. Bangunan cukup luas dan besar ini di apit oleh air berbentuk seperti laut dan berbentuk seperti kerajaan. Seperti tadi, kami diberi kebebasan kembali untuk mengelilingi meseum. Setelah diberi instruksi dan diberi batasan waktu semua rombongan masuk dan berpencar. Banyak juga yang berfoto foto; karena di museum ini terdapat 2 kapal besar. Saya dan beberapa teman saya memutuskan untuk masuk ke dalam museum terlebih dahulu. Museum ini berisi tentang prajurit prajurit Indonesia yang berperang melawan penjajahan. Didalamnya juga terdapat beberapa patung pahlawan yang disertai penjelasan. Setelah masuk, saya dan teman saya naik ke lantai berikutnya(lantai 2), yang isinya patung prajurit perang lengkap dengan senjata dan pakaian perang dari masing masing daerah/provinsi, dan juga disertai miniatur skema/gambaran posisi ketika berperang. Setelah itu saya kelantai atas berikutnya. Dilantai ini kita semua dapat melihat TMII dari atas. Tidak terasa 1 jam 30 menit sudah kami lewati. Semua rombongan pun kembali berkumpul dan dilanjutkan dengan makan siang. 
                                                     
                                                     






Oleh: Yemima Juniarni Daeli

Museum Transportasi TMII

Museum Transportasi



  Setelah jalan cukup jauh, saya dan rombongan sampai di tempat tujuan berikutnya yaitu Museum Transportasi. Kami pun masuk ke dalamnya. Kami diberi kebebasan untuk mengelilingi museum tersebut. Saya dan beberapa teman masuk ke dalam museum, yang pertama kami lihat adalah perubahan transportasi dari masa ke masa. Mulai dari transportasi darat, air, dan udara. Di dalam museum juga diberi miniatur yang serupa dengan aslinya dan masing masing diberikan penjelasan. Tapi, saya dan teman lain tidak membaca semua penjelasannya kami lebih memilih membaca sejenak dan mendokumentasikan(foto) miniatur yang menurut kami perlu diabadikan. Setelah beberapa jam kemudian, kami berkumpul kembali lalu berfoto bersama dan melanjutkan perjalanan berikutnya. 
       
       





Oleh: Yemima Juniarni Daeli




Perjalanan Menuju Taman Mini Indonesia Indah

Taman Mini Indonesia Indah
TMII



       Sabtu, 19 Agustus 2017, tepatnya pukul 06.00 WIB kami siswa siswi SMA Maria Mediatrix berkumpul di pintu gerbang grand tomang. Disediakan 2 bis yang terdiri dari bis 1: bis kelas 11 IPA dan IPS,  dan bis 2: 12 IPA dan IPS. Sebelum berangkat yang pertama kami lakukan adalah absen.  Setelah itu kami masuk ke dalam bis masing masing dan duduk bebas memilih teman. Sesudah semuanya siap, saya dan rombongan mengawali perjalanan pagi itu dengan doa. Bis 1 yang didampingi Bu Rus dan Pak Luki pun berangkat. Diperjalanan keadaan terasa sunyi,  tapi kesunyian itu semakin lama semakin hilang dengan celotehan dan lawakan yang membuat suasana menjadi ramai. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB, kami pun sampai di tempat tujuan. Kami masuk dan bis mencari parkiran. Setelah itu kami rombongan turun dan melanjutkannya dengan sesi berfoto bersama tepat di depan Museum minyak dan gas bumi. Setelah cukup berfoto dan beristirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan kami dengan berjalan kaki; karena jika bis mengantar kami ke tempat berikutnya, bis tidak memungkinkan untuk mendapat tempat parkir. Karena masih cukup pagi, terlihat museum museum di Taman Mini beberapa belum dibuka.








Oleh: Yemima Juniarni Daeli

Taman Legenda Keong Emas - Martin

Taman Legenda Keong Emas




Taman Legenda Keong Emas Taman Mini “Indonesia Indah” adalah wahana rekreasi yang mengandung unsur budaya dan edukasi, menjadikan wahana ini adalah wahana bermain dan belajar.


Taman Legenda Keong Emas memiliki berbagai macam fasilitas untuk di nikmati oleh pengunjung diantaranya :


BUDAYA    :


1.    Teater Legenda


2.    Taman Legenda Keong Emas


3.    Museum Asmat.


 


EDUKASI   :


1.    Pojok Edukasi


2.    Arkeolog Cilik


 


REKREASI :


1.    Pohon Bicara


2.    Petualangan Dinosaurus


3.    Mata Legenda


4.    Mobil Gowes


5.    Anak Tirta


6.    Nirwata Kisar


7.    Ular Selur


8.    Bajak Laut


9.    Mobil Tanjak


10.Kereta Beos

Penulis :  Martin Gaya H

mengenal tentang anjungan jawa barat*Heribertus*

Anjungan Jawa Barat di TMII dibangun berdasarkan model kasepuhan Keraton Cirebon.Pemilihan model itu beralasan, sebabdahulu Cirebon merupakan daerah pengembangan agama Islam yang pertama di Jawa Barat, dan hingga kini sebagian besar penduduknya merupakan pemeluk agama Islam.
Sesuai dengan bangunan aslinya, bangunan induk anjungan ini dibagi atas beberapa ruangan yang kini dimanfaatkan sebagai sarana untuk memperkenalkan berbagai aspek budaya. Ruangan-ruangan tersebut adalah:
1. Jinem Pangrawit, aslinya merupakan pos tempat para pengawal berkumpul. Kini dibangun sebagai arena olah seni, pameran, disamping untuk arena pertunjukan Degung dan Kecapi Suling serta latihan/kursus tari yang merupakan kegiatan rutin anjungan.
2. Bangsal Pringgondani. Aslinya merupakan ruangan tempat bertemu sultan dan para bawahannya. Namun di tempat tersebut, kini dipamerkan beberapa hasil kerajinan, foto-foto upacara adat dan objek wisata Jawa Barat.
3. Bangsal Prabayaksa. Aslinya ruang pertemuan Sultan dengan tamu khusus. Karena itu, ruangan ini aslinya berhiaskan porselin dari berbagai Negara, yaitu Cina, Portugal dan India. Di anjungan Jawa Barat, ruangan ini difungsikan untuk peragaan wayang Golek lengkap dengan pakain tradisional adat Sunda. Dipergunakan pula model berbagai jenis pakaian tradisional Sunda, jenis pakaian sehari-hari maupun pakaian pengantin. Selain itu, dapat juga disaksikan beberapa tari daerah, antara lain tari Merak, Topeng dan Kupu-kupu. Berbagai bentuk ukiran yang ada di batas ruangan ini memiliki nama-nama khusus seperti Dandang Wulung, Manuk Keduwong, dan Kembang Kanigaran.
4. Bangsal Dalem (bangsal panembahan). Di tempat aslinya, ruangan Bangsal Dalem merupakan ruanng kerja dan ruang ruang istirahat siang bagi Sultan. Di anjungan ini, sengaja diupayakan dapat tampil sebagaimana aslinya. Karena itu, di Bangsal Dalem dapat kita saksikan antara lain: eka sula, trisula dan cakra sula, yang terletak di dekat juraian selendang berwarna Sembilan. Sejarah mencatat bahwa Sunan Gunung Jati adalah salah satu diantara wali, tokoh penyebar agama Islam di Jawa yang berjumlah Sembilan.
Di seputar bangunan induk masih ada 4 bangunan lagi, yaitu langgar alit, sri menganti, lunjuk dan Jinem arum. Aslinya masing-masing berfungsi sebagai musholla, tempat tunggu bagi para tamu, tempat mendaftarkan diri sebelum menghadap Sultan dan yang terakhir adalah ruang keluarga Sultan. Sudah barang tentu anjungan Jawa Barat di TMII memiliki fungsi lain seperti sebagai tempat informasi tentang budaya dan kepariwisataan Jawa Barat, ruang kantor, dan kafetaria. Selain tiruan kompleks kraton kasepuhan Cirebon tersebut, di anjungan Jawa Barat masih ada beberapa bangunan tambahan lainnya yang berbentuk rumah tradisional, berupa rumah panggung berdinding bamboo (gedek), yang dilengkapi dengan perabot rumah tangga tradisional yang terbuat dari kayu dan bambu. Di bagian belakang, dibangun pula sebuah panggung terbuka dengan atap berbentuk paying-payung besar dan mempunyai tempat duduk permanen berbentuk tapal kuda.Di panggung inilah pada hari Minggu dan hari libur dipentaskan berbagai kesenian dari wilayah Jawa Barat, selain itu juga sering diadakan bazaar, pameran dan demonstrasi benda hasil kerajinan yang berpuncak pada 'Pameran Wajah Jawa Barat'.
Propinsi ini memiliki beberapa tempat wisata, diantaranya adalh Kebun Raya Bogor, Puncak, tangkuban Perahu, Pangandaran, Taman Marga Satwa Ujung Kulon.

Mengenal Tentang anjungan sumatra barat*Heribertus*




The West Sumatera Pavilion presents five traditional houses: the main house (“rumah gadang”), the traditional hall (“balairung”), the rice house (“rangkiang”), and prayer barn (“surau”); all four traditional Minangkabau houses; the fifth is a Mentawai traditional house. There are also some supporting buildings for offices, canteen and a performance stage (“medan nan bapeneh”) presenting various regional art on Sundays and holidays.


The “Rumah Gadng” is a big house where the family lives with all the traditionally and costumary aspects. In Minangkabau the “rumah gadang” is not the property of an individual but that of all the family clan. As the Minangkabau people adhere to matriarchy, the “rumah gadang” is occupied by a woman with the mother’s brother as the head of the family (“mamak tungganal”). Bachelors are not allowed to sleep in the “rumah gadang”, but must sleep in the prayer house (“surau”) since boyhood.


The basic from of a “rumah gadang” is rectangular, built on stilts and often called “rumah bagonjong” because it has a roof that curves upwards with pointed ends resembling the water buffalo’s horn. The walls that are expanding upwards are called “silek” and function to prevent the rain to seep into the house. The covered staircase is in the front of the house. The “rumah gadang” is divided into a number of rooms called “bilik” which is usually uneven.


The “rumah gadang” at the West Suatera Pavilion has nine rooms marked by a row of poles in the middle serving as a boundary as there are no dividers. The house is used to display and exhibit a wedding dais, handicraft products, agricultural tools, traditional musical instruments – among others the (“talempong”), bells, the Silungkang woven cloth, and traditional costumes from each regency presented by mannequins. The space underneath the house is used to sell souvenirs of various handicrafts among other the “songket Silungkang” (“Silungkang” woven cloth), accessories, painting and various ready-to wear dresses.


The “balairung” is a meeting place for the traditional elders (“penghulu”) to discuss problems of the village (“nagari”). Principally the “balairung” is the same as the “rumah gadang”, with two different models, the “Budi Chaniago” and the “Koto Piliang” model. A “balairung” is an open hall sometimes without no walls at all. The far end is reserved for the elderly (“penghulu peunak”). The “balairung” in the pavilion functions for meetings, exhibitions and performances of the Minangkabau traditional art.


All the traditional buildings have decorations in the form of a variety of carvings: a flat carving, a chisel (“pahat”), perforation and burnt caving; mostly is a design of plants, flowers and animals dominantly in the colors of red, yellow, black, and blue. The carvings beautify and contain traditional Minangkabau doctrins.


The West Sumatera Pavilion has a dance studio providing education and training especially dancing and drum music for children and youngsters.


If visitors want to taste the “Padang” cuisine, there is a canteen serving “nasi padang” (padang rice) with a special menu: “ayam panggang” (roasted chicken), “rendang” (meat simmered in spices and coconut milk), “gulai ikan” (fish curry), “daging cincang” (minced meat), “dendeng” (jerked meat), “ikan asam pade” (sweet-sour fish), “sambal cabe” (chilli sauce) and “sate padang” (small pieces of meat roasted on skewer prepared in the Padang style). All the dishes are delicious and appetizing.


*HERIBERTUS NUGRAHA PRADANA*
*11 IPS*

Museum Asmat - Martin

Museum Asmat



Perhatian besar orang-orang asing terhadap kekhasan seni ukir Asmat mendapat tanggapan baik dari Ibu Tien Soeharto dengan membangun Museum Asmat pada tanggal 1 Maret 1986. Berada di atas lahan Taman Bunga Keong Emas dengan luas bangunan 6500 km2, museum ini dapat dicapai melalui dua pintu masuk, yaitu melalui Taman Bunga Keong Emas dengan cara berjalan kaki atau melewati Jembatan Taman Aquarium Air Tawar.


Gedung museum ini memiliki bentuk yang menyerupai model rumah Kariwari, yang merupakan rumah pemujaan suku Tobati-Enggros, penduduk asli di tepi danau Sentani,Papua. Bangunan ini kemudian dikembangkan menjadi bangunan berarsitektur modern. Bangunan museum ini terdiri datas tiga bangunan utama dan dua bangunan penghubung yang masing-masing berbentuk segi delapan, dengan diberi kesan rumah panggung. Atap berbentuk kerucut tiga setinggi 25 meter berbahan GRC dan pada permukaannya diberi kesan daun rumbia. Di berbagai bagian bangunan diberi ragam hiasan khas Asmat yakni merah, putih dan hitam.


Benda-benda pameran berupa benda budaya yang mengandung nilai keperkasaan dan mencerminkan pandangan orang hidup orang Asmat yang selalu berkait dengan nenek moyang. Ikaatan batin dengan nenek moyang itu diwujudkan dalam ukiran perlambang di berbagai benda keseharian. Untuk memudahkan pengunjung memahami kehidupan suku Asmat secara keseluruhan, tata pameran disusun berdasarkan tema.


Tema pameran pada bangunan pertama yaitu mengenai manusia dan lingkungannya, memamerkan bermacam pakaian adat dan perhiasan, diorama mata percaharian hidup (menokok sagu), wuramon (perahu arwah, kendaraan roh nenek moyang), mbis pole (patung nenek moyang) dan berbagai hiasan perlambang yang menceritakan gejala kehidupan.


Pameran pada bangunan kedua bertema manusia dan kebudayaan, memamerkan peralatan untuk membuang sagu, peralatan berburu, senjata, benda budaya dan upacara, tifa (sejenis kendang), fu (alat musik dari bambu), dan si (kapak besi).


Tema pameran pada bangunan ketiga adalah manusia dan hasil kreatifitasnya, memamerkan seni kontemporer yang merupakan hasil pengembangan pola-pola rancangan tradisional. Benda-benda yang dipamerkan berupa hasil seni modern orang Asmat yang mengacu pada permintaan pasar tetapi masih berpijak pada pola rancangan tradisional.

Penulis : Martin Gaya H

Mengenal Tentang anjungan jawa tengah*Heribertus*



Propinsi Jawa Tengah, dengan Semarang sebagai Ibukotanya dikenal sebagai 'Daerah Seribu Candi', karena banyaknya candi yang terdapat disana, seperti Candi Borobudur, Prambanan, Mendut dan lain-lain. Hal tersebut membuktikan bahwa dahulu agama Hidu dan Budha pernah berkembang di daerah ini, walau sejarah pun mencatatbahwa dari daerah ini pula awal kerajaan Islam di Jawa, setelah jatuhnya kerajaan Hindu Majapahit di Jawa Timur.Masjid Demak, yang konon dibuat oleh para wali, merupakan bukti sejarah yang sampai sekrang ini masih ada dan terpelihara.Dengan demikian, sangat wajar apabila budaya daerah ini sangat beragam.


Anjungan Jawa Tengah diisi oleh beberapa bangunan, dimana bangunan induknya adalah sebuah pendopo agung, tiruan dari pendopo agung 'Istana Mangkunegaran' Surakarta, yang diakui sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa. Penampilan bangunan berbentuk 'Joglo Trajumas' itu berkesan anggun, karena bentangan atapnya yang luas dengan ditopang 4 Sokoguru (tiang pokok), 12 soko penanggap dan 20 soko penitih. Kesemuanya mebuat penampilan bangunan itu terkesan Momot, artinya berkemampuan menampung segala hal, sesuai dengan fungsinya sebagai tempat menerima tamu.Sudah barang tentu pemilik bangunan demikian adalah seorang bijaksana yang mampu berlapang dada dalam menampung berbagai permasalahan para tetamunya. Anjungan ini juga dinamakan sebagai 'Padepokan Jawa Tengah', dengan penaamaan itu diharapkan agar setiap pengunjung dapat pulang berbekal kearifan, setelah berhasil menyaksikan dan menghayati nilai-nilai adi luhung, warisan nenek moyang kita yang tercermin di anjungan ini. Bangunan pendopo Agung ini masih dihubungkan dengan ruang pingitan, yang aslinya sebagai tempat pertunjukan ringgit atau wayang kulit.Orang Jawa umumnya amat menggemari petunjukan wayang kulit dan mampu menontonnya semalam suntuk.


Bangunan lain yang terdapat di Jawa Tengah adalah bentuk rumah adat 'Joglo Tajuk Mangkurat', 'Joglo Pengrawit', dan model rumah bercorak 'Doro Gepak'. Di anjungan ini, Joglo Tajuk Mangkurat difungsikan sebagai kantor anjungan, dimana para pengunjung dapat memperoleh berbagai informasi tentang Jawa Tengah, terutama mengenai Budaya dan pariwisatanya. Bangunan Joglo Pengrawit Apitan terletak bersebelahan dengan sebuah panggung terbuka, yang berlatar belakang sebuah bukit dengan bangunan makara yang terbuat dari batu cadas hitam bertuliskan kata-kata 'Ojo Dumeh'. Bagi masyarakat Jawa, kata tersebut mempunyai makna yang dalam, sebab artinya yaitu 'jangan Sok', sebuah anjuran untuk senantiasa mampu mengendalikan diri, justru disaat seseorang mempunyai keberhasilan. Di panggung inilah pengunjung dapat ,emyaksikan pagelaran acara khusus anjungan, yang biasanya merupakan acara-acara pilihan, misalnya Sendratari Ramayana, Langendriyan, orkes keroncong dan juga pergelaran wayang kulit.


Propinsi Jawa Tengah memiliki beberapa objek wisata yang menarik seperti Pegunungan Dieng, Tawangmangu, kompleks Keraton Mangunegaran dan lain-lain. Keseniannya antara lain Calung banyumasan, Dalang Jemblung, Kuda Lumping dan lain-lain, dimana semuanya dapat disaksikan di anjungan pada hari Minggu atau libur.

Anjungan Kalimantan Selatan - Martin

Anjungan Kalimantan Selatan



Propinsi Kalimantan Selatan beribukota Banjarmasin.Di propinsi ini banyak terdapat hutan dan sungai-sungai besar. Penduduknya sekitar kurang-lebih 2,5 juta jiwa yang terdiri dari suku Banjar dan Bugis di pesisir, selebihnya suku Dayak yang tinggal di pedalaman.Alam Kalimantan kaya hasil bumi, antara lain : batubara, emas, minyak, kaolin, intan, marmer, dan pospat. Hasil buminya antara lain: lada, karet, kopi, cengkeh, kapuk, di samping hasil0hasil pertanian lainnya. Propinsi ini juga mempunyai berbagai tempat wisata yang sangat menarik, seperti kehidupan atas air di sungan Martapura, Kuin maupun Barito. Museum 'Lumbung Mangkurat', pantai Sarang Tiung, Pantai Takisung, gua Kelelawar di gunung Batu Kampung Jaro, dan masih banyak lagi yang lain.


Propinsi Kalimantan Selatan terdiri dari 9 Kabupaten dan 1 kotamadya tersebut membangun anjungannya di TMII dengan maksud memperkenalkan budaya kedaerahannya terutama di bidang kepariwisataan. Bangunan induknya berupa rumah adat banjar, yang disebut 'Rumah Bubungan Tinggi' atau 'Rumah Lambung Mangkurat', yang konon sudah ada sejak abad ke-16, ketika pemerintahan Sultan Suriyansah. Rumah adat Banjar didirikan di atas tiang, lantainya dibuat berjenjang meninggi sampai ke bubungan, untuk kemudian turun kembali.Bagian depan disebut sebagai Palatar, yang dipergunakan untuk tempat berangin-angin. Setelah itu terdapt ruang dalam, yang terdiri dari penampik kecil, 1 dan 2 penampik tengan dan penampik besar.Sedang dibawah bubungan terdapat ruangan pokok, yaitu ruangan palindangan atau ambin dalam.Setelah itu, di bagian yang menurun kembali, terdapat ruang penampik bawah, penampik dalam dan dedapuran.Ruang palindangan merupakan ruang terpenting dimana berbagai upacara adat dilaksanakan.Pada saat demikian, pengaturan ruang-ruang di dekatnya dengan mudah dapat dilaksanakan, dengan sekedar menggunakan tawing halat, dinding penyekat yang dapat dibongkar-pasang.


Penduduk Kalimantan Selatan umumnya beragama Islam.Hal ini kemudian berpengaruh pada perwujudan aspek-aspek budayanya. Ukiran dan hiasan Kalimantan Selatan umumnya banyak yang berpolakan huruf Arab, sedang motif yang menggambarkan manusia hamper tidak ada. Ukiran Banjar umumnya bermotif bunga, misalnya melati, mawar, teratai, kacapiring, dan lain-lain. Secara samar justru terlihat pengaruh Cina di dalamnya. Motif lainnya adalah ornamen geometris, misalnya tatah gigi haruan dan tatah pucuk rebung. Berbagai motif tadi, kini dapat disaksikan di anjungan Kalimantan Selatan dan sebagian nampak jelas dari luar.Di anjungan Kalimantan Selatan masih terdapat dua bangunan lagi.Bangunan pertama, yang terletak di sebelah timur rumah adat Banjar, adalah sebuah panggung pertunjukan.Di tempat inilah berbagai pertunjukan kesenian dipentaskan.Tak jarang anjungan ini bahkan mendatangkan team kesenian dari daerah asalnya.Sesekali anjungan Kalimantan Selatan pun menggarap dan menyajikan acara khususnya, umumnya berupa peragaan sebuah upacara adat.

Penulis : Martin Gaya H

Anjungan Kalimantan Timur - Martin

Anjungan Kalimantan Timur



Propinsi Kalimantan Timur beribukota Samarinda.Propinsi ini memiliki luas 211.440 km2.Suku Dayak dan suku Kutai merupakan penduduk aslinya.Suku Dayak terdiri dari Dayak Kenyah, bahau, tanjung, benua, modang hidup berkelompok antara 5 sampai 10 keluarga.Kehidupan mereka pada umumnya sudah menetap sejak dahulu.Bukti peninggalan sejarahnya dapat dilihat di bekas perkampungan tua yang sebagian terdapat di beberapa anak sungai sebelah utara Mahakam.


Gamabaran mengenai daerah ini dituangkan pada anjungan Kalimantan Timur dengan menampilkan bangunan rumah adat yang bernama Lamin sebagai bangunan induknya. Rumah adat tersebut terbuat dari kayu ulin yang kuat.Keunikan yang menarik adalah tekhnik menyambung bangunan yang tidak menggunakan paku, melainkan menggunakan bor yang kemudian dipasak.Sebagian hanya diikat dengan tali rotan.Lantai rumah cukup tinggi, sehingga membutuhkan tangga pada pintu gerbangnya. Seperti halnya cara hidup yang berkelompok, dahulu rumah lamin dihuni oleh beberapa keluarga. Namun perkembangan selanjutnya, pada masa sekarang ini rumah tersebut hanya dihuni oleh sebagian kecil masyarakat disana.Rumah lamin pada dasarnya mencerminkan kegotong royongan masyarakat Dayak.Pembangunan rumah ini mengharuskan partisipasi masyarakat yang tinggal di sekitar pembangunan rumah tersebut.


Ruang tengah berfungsi untuk menerima tamu, di anjungan Kalimantan Timur digunakan sebagai tempat pameran benda-benda etnografi seperti bening aban (alat gendong anak), pakaian adat, perhiasan yang dikenakan para raja, serta lukisan yang menunjukan sifat kebudayaan dayak pada umumnya. Pada ruangan ini juga terpampang lukisan yang menggambarkan berbagai kegiatan social, budaya dan ekonomi di pasar terapung yang lazim ditemui di Kalimantan Timur, sebagai daerah tujuan wisata di pulau Kalimantan yang terkenal, seperti manik-manik, kain kayu jomo dan ulap doyo.


Ragam hiasan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari budaya Kalimantan Timur.Corak ragam hiasnya Khas.Biasanya bermotif ular naga, burung enggang dan tengkorak manusia.Keseluruhan corak dan motif tradisional tersebut memiliki makna tersendiri, misalnya seperti menolak berbagai mara bahaya. Kesaktian dan kepahlawanan burung enggang diambil sebagai symbol derajat suku dayak yang gagah perkasa, melauli bahan tertentu ragam hias ini menjadi corak abstrak yang mengagumkan. Untuk melukiskan keadaan flora di Kalimantan Timur, anjungan menanam pohon singkil, yang merupakan lambing kehidupan menurut kepercayaan, pohon ini dapat digunakan sebagai obat untuk memperlancar air susu ibu. Patung sumbang lawing patung untuk menyambut pahlawan selesai perang dan belontang yang diletakan di depan rumah dimaksudkan untuk menolak roh-roh jahat. Model peti mati tempat tulang-belulang yang disebut lunggun, juga terdapat di anjungan.Senjata yang terkenal adalah Mandau dan sumpitan.Bentuk sumpitan sangat unik karena memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai tombak dan alat tiup.


Lumbung merupakan bentuk bangunan lain yang terdapat di anjungan. Bangunan lumbung tersebut digunakan sebagai ruang kantor anjungan. Di bagian lain terdapat panggung pertunjukan yang berfungsi untuk menampilkan berbagai kesenian tradisional daerah tersebut.

Penulis : Martin Gaya H

Anjungan Kalimantan Barat - Martin

Anjungan Kalimantan Barat



Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat beribukota Pontianak yang terletak tepat di garis Khatilistiwa. Penduduk aslinya adalh berbagai suku dayak, yaitu Dayak Embaloh, Iban, Taman, Punan, Kayan, dan Kendayan. Sedang kaum pendatang antara lain, suku Bugis, Melayu dan Cina, yang umumnya menetap di pesisir. Berdasarkan hal inilah, maka khasanah budaya daerah ini memiliki corak yang sangat beragam dan menarik.


Anjungan Kalimantan barat yang terdapat di TMII adalah tiruan dari 'Istana Kesultanan Kadaryiah' dan sebuah 'Rumah Bentang' atau 'Rumah Panjang'.Istana sultan Kadariyah Pontianak aslinya didirikan pada tahun 1771 Masehi oleh 'Sultan Syarif Abdurrakhman Alkadri'. Masuk ke bangunan istana ini akan disaksikan pergaan yang melukiskan Sultan Abdurrakhman Alkadri sedang duduk bersanding dengan permaisurinya, Utin Chandra Midi sambil menyaksikan tarian khas Kalimantan Barat, yaitu tari Jepin. Di dekatnya tampak mendampingi dua orang menteri beserta dengan istri-istrinya. Demikian juga beberapa peralatan seperti : meriam kecil, bendera, paying kuning, tombak dan gamelan nampak di pajang di sekitarnya.


Rumah Bentang atau rumah Panjang merupakan model rumah adat suku Dayak pada umumnya.Aslinya, rumah adat ini ditempati oleh puluhan keluarga dengan jumlah orang mencapai ratusan.untiknya, bangunan yang panjang dan besar ini tampak kokoh karena ditopang berpuluh-puluh tiang kayu berlian serta hanya mempunyai satu tangga.Itupun terbuat dari sebatang kayu yang ditoreh untuk membuat jenjang-jenjangnya.Namun yang terlihat di anjungan Kalimantan Barat terlihat dibuatkan lebih dari satu tangga yang diperuntukan kepada pengunjung agar bisa naik ke tingkat atas dengan mudah.Secara keseluruhan, bangunan ini dibagi menjadi dua bagian memanjang, dimana satu sisi merupakan ruangan tertutup berpetak-petak, yang merupakan bilik-bilik keluarga (selasar).Sedangkan bagian lain yang yang beruba ruangan memanjang sepanjang bentang di sebut tajuk datu jungkat yang berfungsi serba guna.


Bangunan lain adalah tiruan ulambu, yang aslinya merupakan tempat untuk menyimpan mayat yang ditaruh di dalam peti. Peti mayat tersebut dinamakan Sandung atau Toras.Tonggak kayu berlian yang berukiran manusia berada di ke empat sisinya yang aslinya berfungsi sebagai tempat penguburan tulang-tulang manusia yang telah meninggal.Dapat kita saksikan pula tiruan 'Tugu Khatulistiwa' yang aslinya terdapat di desa Batulayang Kotamadya Pontianak. Sebuah model perahu motor khas Kalimantan Barat yang dinamakan Bandung nampak di dalam kolam di samping model rumah terapung yang dinamakan Lanting. Kedua bangunan induk di anjungan Kalimantan barat difungsikan sebagai tempat memperkenalkan benda-benda tradisional seperti Mandau, sumpitan, sarang palilit (tutup kepala wanita) dan Damak (anak sempitan).Diantara bangunan induk 'Istana kesultanan Khadariyah' dan rumah bentang, berdiri megah sebuah panggung terbuka untuk mementaskan berbagai jenis kesenian. Di hari Minggu dan hari libur dipanggung terbuka inilah dapa t disaksikan berbagai atraksi tari daerah, senandung irama melayu, musik pop daerah, orkes keroncong dan kesenian lain. Yang lebih menarik lagi, di anjunganpu tampil dengan acara khusus misalnya : lomba menyumpit tradisional, upacara adat perkawinan, dan upacara adat lainnya serta peragaan busana adat. Anjungan daerah Kalimantan Barat TMII senantiasa berbenah diri untuk dapat berperan sebagai Show Window daerah asal karena itu telah dibukan Art Shop sebagai tempat penjualan barang dan kantor anjungan yang settiap hari senantiasa buka sejak jam 08.00- 18.00 di kantor inilah terdapat informasi terutama mengenai kebudayaan dan kepariwisataan dapat dilayani kecuali itu dari kantor ini pulalah berbagai acara dan aktifitas anjungan dipersiapkan.

Penulis : Martin Gaya H

Anjungan Kalimantan Tengah - Martin

Anjungan Kalimantan Tengah



Anjungan Kalimantan tengah di TMII menjadikan Betang atau rumah panjang sebagai bangunan induknya. Bangunan dengan pola arsitektur tradisional Kalimantan tengah ini merupakan tiruan rumah adat yang masih ada sampai saat sekarang ini seperti di Desa Tumbang Gagu, Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kota Waringin Timur, yang didirikan tahun 1880 oleh Antang Aklang bersama sanak keluarganya.


Betang sendiri merupakan gambaran kerukunan hidup.Betang didirikan dengan alat-alat yang masih sederhana dan dibangun oleh orang-orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan arsitektur modern. Rumah ini juga dihuni secara beramai-ramai, yang secara otomati smembangun perasaan yang sama pada saat senang maupun susah. Khasanah budaya Kalimantan Tengah pun diperkaya oleh beberapa cabang seni tradisional yang sampai kini tetap diupayakan pelestarian dan pengembangannya, missal :


Seni Patung :


Patung di daerah ini umumnya dibuat menggunakan bahan kayu yang kuat dan tahan lama, yaitu kayu tabalien dan kayu besi.Patung berbentuk manusia, ditempatkan diatas tiang yang tingginya sampai tiga meter, disebut Sapundu dipergunakan sebagai tambatan binatang kurban dalam upacara Tiwah. Patung yang lain dapat dijumpai padaSanadung, yaitu tempat menyimpan tulang.


Seni Relief :


Kegiatan membuat relief biasanya disebut Maukir, dan tampaknya lebih halus dan berkembang dibandingkan seni patung.Relief biasa ditemukan pada sanding, tempat menyimpan tulang, atau pada raung, peti jenazah, dengan motif umum yaitu bajakah lelek (Sulur, Tanaman menjalar). Di anjungan ini juga terdapat tiang 'Luhing adat', dengan relief yang melukiskan penguasa langit, yang berkaitan dengan nenek moyang orang dayak. Relief ini dibuat oleh almarhum Damang J. Salilah.


Kerajinan :


Seni kerajinan Kalimantan tengah yang khas adalah kerajinan Gita Nyatu (getah Njatu), ciptaan Damang J. Salilah dengan bahan karet dari Nyato, Sambun dan baringan. Dari bahan itu, dapat dihasilkan berbagai benda, misalnya Tungkeh (tongkat), manusia dengan Mandau, hewan, bunga dan lain-lain yang umumnya dengan motif non-simbolis. Kerajinan lain yang berkembang dan anyaman rotan mulai adri alat keperluan sehari-hari dampai tikar. Motif untuk anyaman ini umumnya pakpasu (pucuk rebung), ular, matan puney, batang garing, ikan rotan, parang, jajran ganjang, bunga-bungaan, buah-buahan dan lain-lain. Terdapat juga motif manusia, rambun, tambun (sarang ular naga), belanga, merjan, nyahu (Guntur), sangkay, tombak, burung enggang, dan lain-lain.


Seni Tari :


Beberapa ragam tari yang masih dominan di Kalimantan tengah adalah tari ganggerang, ganggerang busu danan Kahayan, giring-giring, dandang tinggang, kanjan halo, manugal, mangetem, wadian bawo, wadian dadah, kinyah, tasui, lanuk, badeder dan lain-lain. Kesemua tari itu dibina langsung oleh anjungan Kalimantan tengah.


Upacara Adat :


Upacara adat Kalimantan tengah biasanya berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tertentu, yang umumnya berkaitan dengan agama Hindu Kaharingan.Upacara yang bersifat religious itu umumnya sehubungan dengan kehidupan dan lingkungan hidup. Beberapa upacara adat yang ada dan pernah dilaksanakan di anjungan Kalimantan Tengah adalah 'Upacara Adat Potong Pantan', dan 'Upacara Pemberian Gelar Warga Kehormatan', 'Upacara Adat Tantuak Dahiang Baya', sial kawe, 'palu endus', yang digarap secara khusus. Diantara berbagai upacara adat yang ada, yang terkenal adalah upacara adat tiwah yang dimaksudkan untuk mengantar roh agar dapat masuk ke surge.


Pada bagian lain anjungan, terdapat bangunan balai adat yang berfungsi sebagai tempat pameran dan pertemuan.Di samping itu terdapat pula tiruan sandung, tempat penyimpanan tulang - tulang orang mati dalam upacara tiwah.Seputar anjungan terdapat kolam yang merupakan gambaran sungai, dimana sebuah perahu 'Banama Riuang Kanghari Rayang', yang menurut kepercayaan agama Hindu kaharingan merupakan kendaraan para roh suci dan dewa-dewa.

Penulis : Martin Gaya H

Anjungan Jawa Barat - Dian

Anjungan Jawa Barat



Anjungan Jawa Barat di TMII dibangun berdasarkan model kasepuhan Keraton Cirebon.Pemilihan model itu beralasan, sebabdahulu Cirebon merupakan daerah pengembangan agama Islam yang pertama di Jawa Barat, dan hingga kini sebagian besar penduduknya merupakan pemeluk agama Islam.
Sesuai dengan bangunan aslinya, bangunan induk anjungan ini dibagi atas beberapa ruangan yang kini dimanfaatkan sebagai sarana untuk memperkenalkan berbagai aspek budaya. Ruangan-ruangan tersebut adalah:
1. Jinem Pangrawit, aslinya merupakan pos tempat para pengawal berkumpul. Kini dibangun sebagai arena olah seni, pameran, disamping untuk arena pertunjukan Degung dan Kecapi Suling serta latihan/kursus tari yang merupakan kegiatan rutin anjungan.
2. Bangsal Pringgondani. Aslinya merupakan ruangan tempat bertemu sultan dan para bawahannya. Namun di tempat tersebut, kini dipamerkan beberapa hasil kerajinan, foto-foto upacara adat dan objek wisata Jawa Barat.
3. Bangsal Prabayaksa. Aslinya ruang pertemuan Sultan dengan tamu khusus. Karena itu, ruangan ini aslinya berhiaskan porselin dari berbagai Negara, yaitu Cina, Portugal dan India. Di anjungan Jawa Barat, ruangan ini difungsikan untuk peragaan wayang Golek lengkap dengan pakain tradisional adat Sunda. Dipergunakan pula model berbagai jenis pakaian tradisional Sunda, jenis pakaian sehari-hari maupun pakaian pengantin. Selain itu, dapat juga disaksikan beberapa tari daerah, antara lain tari Merak, Topeng dan Kupu-kupu. Berbagai bentuk ukiran yang ada di batas ruangan ini memiliki nama-nama khusus seperti Dandang Wulung, Manuk Keduwong, dan Kembang Kanigaran.
4. Bangsal Dalem (bangsal panembahan). Di tempat aslinya, ruangan Bangsal Dalem merupakan ruanng kerja dan ruang ruang istirahat siang bagi Sultan. Di anjungan ini, sengaja diupayakan dapat tampil sebagaimana aslinya. Karena itu, di Bangsal Dalem dapat kita saksikan antara lain: eka sula, trisula dan cakra sula, yang terletak di dekat juraian selendang berwarna Sembilan. Sejarah mencatat bahwa Sunan Gunung Jati adalah salah satu diantara wali, tokoh penyebar agama Islam di Jawa yang berjumlah Sembilan.
Di seputar bangunan induk masih ada 4 bangunan lagi, yaitu langgar alit, sri menganti, lunjuk dan Jinem arum. Aslinya masing-masing berfungsi sebagai musholla, tempat tunggu bagi para tamu, tempat mendaftarkan diri sebelum menghadap Sultan dan yang terakhir adalah ruang keluarga Sultan. Sudah barang tentu anjungan Jawa Barat di TMII memiliki fungsi lain seperti sebagai tempat informasi tentang budaya dan kepariwisataan Jawa Barat, ruang kantor, dan kafetaria. Selain tiruan kompleks kraton kasepuhan Cirebon tersebut, di anjungan Jawa Barat masih ada beberapa bangunan tambahan lainnya yang berbentuk rumah tradisional, berupa rumah panggung berdinding bamboo (gedek), yang dilengkapi dengan perabot rumah tangga tradisional yang terbuat dari kayu dan bambu. Di bagian belakang, dibangun pula sebuah panggung terbuka dengan atap berbentuk paying-payung besar dan mempunyai tempat duduk permanen berbentuk tapal kuda.Di panggung inilah pada hari Minggu dan hari libur dipentaskan berbagai kesenian dari wilayah Jawa Barat, selain itu juga sering diadakan bazaar, pameran dan demonstrasi benda hasil kerajinan yang berpuncak pada 'Pameran Wajah Jawa Barat'.
Propinsi ini memiliki beberapa tempat wisata, diantaranya adalh Kebun Raya Bogor, Puncak, tangkuban Perahu, Pangandaran, Taman Marga Satwa Ujung Kulon.

Penulis : Dian Arta H.H

Anjungan Sumatera Utara - Dian

Anjungan Sumatera Utara



Propinsi dengan ibukota Medan ini terdiri dari 8 puak (suku) yang masing-masing memiliki adat istiadat yang berbeda.Sebagian besar masyarakatnya adalah pemeluk agama Islam, sedangkan mayoritas mata pencaharian penduduknya sebagai petani, pedagang, dan nelayan. Sumatera Utara merupakan salah satu dari banyak propinsi yang termasuk kedalam daerah wisata yang potensial, dengan objek wisata seperti Prapat, Brastagi, Danau Toba, Tomok, Mabarita, Simando, Pulau Nias, Kampung Lingga, Sibolgo, Sipiso-piso, Pematang Purba, Hilis Maitano, Bawa Mataluwo dan lain-lain. Untuk mencapai Medan, bisa melalui jalur udara (Bandara Polonia), jalur darat (Trans Sumatera), dan jalur laut (pelabuhan Belawan).


Propinsi ini memiliki anjungan dengan 4 buah bangunan rumah adat, yaitu rumah adat Batak Toba, Nias, Batak Karo, dan Batak Simalungun. Bangunan lain yang terdapat di anjungan ini adalah tiruan dari 'tempat peranginan' (Panca Persada) suku Melayu. Bagunan yang kecil dan unik ini pada hari Minggu dan hari libur digunakan sebagai tempat pertunjukan kesenian (musik, lagu dan tari) yang ditujukan kepada pengunjung sebagai sebuah sambutan.


Rumah adat besar yang nampak dominan adalah rumah adat Batak Toba, yang dihias dengan ukiran-ukiran besar dengan warna tradisional yang khas, yaitu merah, putih dan hitam.Sepasang Gajah Dompak pada bagian kiri dan kanan bangunan konon berfungsi sebagai penolak bala.Pada masing-masing jendela tertulis segi-segi kehidupan masyarakat tradisional Sumatera Utara pada umumnya. Dua ruangan dalam bangunan ini dipergunakan sebagai tempat yang memperkenalkan berbagai aspek budaya masyarakat Sumatera Utara, sementara lantai atas juga berfungsi sebagai tempat pertunjukan dengan tempat duduk terbatas, sedangkan lantai bawah memamerkan sederetan diorama tentang sejarah, tata kehidupan, adat-istiadat, dan juga gambaran perjuangan pahlawan Si Singamangaraja XII.


Rumah ada Nias terletak diantara rumah adat batak Karo dan Batak Toba.Rumah mungil ini nampak khas dengan bentuk seperti perahu dan tampak langsing dengan topangan tiang-tiang penyangga. Bentuk rumah ini terdapat di Nias selatan, dimana dibagian depan rumah terdapat setumpuk batu setinggi pagar yang sesekali digunakan sebagai perlengkapan 'lompat batu', olah raga tradisional khas Nias, yang sering ditampilkan bersama atraksi 'Prajurit Nias'.


Bagian paling barat adalah Rumah Adat batak Karo (Si Waluh Jabu) yang atapnya bertingkat tiga dan berbentuk segitiga. Konon, pembagian serba tiga ini melambangkan adanya ikatan 'sangkap sitelu' yaitu ikatan tiga kelompok keluarga yang terdiri dari Kalimbutu, Senina dan Sembunyak, sebagaimana pengertian 'dalihan na tolu' (tungku nan tiga) pada masyarakat Batak Toba dan Tapanuli Selatan. Di rumah ini terdapat hiasan Cicak yang konon merupakan hiasan penolak bala.Hal menarik lainnya ada pada hiasan di puncak atapnya yang berbentuk segitiga-segitiga.Pada setiap puncak segitiganya terpancang kepala Kerbau yang dalam kepercayaan tradisional dianggap sebagai lambing kesejahteraan bagi keluarga yang menghuninya.


Rumah adat Batak Karo di Anjungan ini berisi tentang berbagai aspek budaya seperti benda-benda kerajinan, disamping foto-foto tentang berbagai objek wisata dan segi-segi kehidupan masyarakatnya.Pada tempat ini dapat disaksikan berbagai kain 'Ulos', kain tenunan tradisional yang berarti selimut ini oleh masyarakat dianggap memiliki nilai sacral, dimana pemakainya dapat terbebas dari gangguan roh-roh jahat. Karena itu, Ulos dianggap sebagai sarana keselamatan, hingga pemberiannya kepada orang lain harus dilaksanakan dengan upacara khusus.


Masyarakat Sumatera Utara terkenal ulet dan gigih.Banyak diantara mereka menjadi perantau dan mampu bekerja keras dalam berbagai bidang.Namun mereka tak melupakan budaya daerahnya. Karena itulah, di hari Minggu atau hari libur sering diadakan acara seperti festival lagu batak, lomba Tari Melayu, atraksi Lompat batu, dan beberapa peragaan upacara adat seperti 'Upacara menyambut laut' dan Manglahat Horbo serta pertunjukan si Gale-gale, patung kayu yang dapat menari.

Penulis : Dian Arta H.H

Anjungan Sumatera Barat - Dian

Anjungan Sumatera Barat



Dalam memperkenalkan wajah 'Ranah Minang', propinsi Sumatera Barat membangun anjungan di TMII dengan model rumah Gadang dan sebuah balairung sebagai bangunan induknya. Rumah ini aslinya dihuni oleh sebuah keluarga besar yang dikepalai oleh seorang Ninik Mamak yang bergelah Datuk, sedangkan balairung aslinya merupakan tempat bermusyawarah para Ninik Mamak. Namun di anjungan ini, kedua bangunan tersebut digunakan memamerkan aspek budaya dan aktifitas kesenian sesuai dengan fungsinya sebagai Show Window daerah Sumatera Barat.


Rumah Gadang yang terdapat di anjungan ini adalah model rumah Gadang Sembilan Ruang Empat Deret. Bangunan itu aslinya berdiri diatas tiang, namun di TMII kolong bawahnya telah dirubah menjadi ruang perkantoran, tempat aktifitas pengelolaan anjungan ini berlangsung, sejak pukul 08.00 wib s/d 18.00 wib setiap hari. Ruang atas bangunan dipakai untuk memperkenalkan berbagai aspek tradisional, antara lain: busana adat, pelaminan pengantin Padang Pariaman, kain Songket Silungkang, dan seperangkat musik Talempong. Digambarkan pula struktur pemerintahan Kerajaan Pagaruyung di masa lalu yang dikenal dengan sebutan Rajo Tigo SeloBasa Ampek Balai.Rajo Tigo Selo menjelaskan tiga fungsi raja, yaitu sebagai raja alam, raja adat, dan raja ibadat.Sedang Basa Ampek Balai adalah para pembantu raja yang terdiri dari Tuan Kadi (menteri Agama), Andomo (menteri keuangan), Mangkudum (menteri dalam negeri), dan Jabatan Tuan Gadang (menteri pertahanan) yang masing-masing telah ditentukan dari daerah mana mereka harus berasal.Sedang cerminan demokrasi terlihat dari adanya jabatan wakil rakyat, yang disebut Datuah Bandaro Kuniang yang bertempat di Limo Kaum.Di ruangan ini para 'pejabat' tampil dalam bentuk boneka-boneka berpakaian tradisional, dengan warna dominan hitam, merah, kuning, dan putih.


Balairung anjungan Sumatera Barat difungsikan sebagai tempat aktifitas kesenian dan balai pertemuan.Balai ini memang tidak pernah sepi dari aktifitas kesenian, karena berbagai kesenian Sumatera barat kini bnerkembang pesat dan makin disukai baik dari warga Sumbar maupun dari luar daerah.Pada hari Minggu dan libur, anjungan ini kerap mengadakan acara-acara seperti Lomba lagu Minag, parade tari Minang, manghoyak Tabuik dan peragaan berbagai upacara adat.Bangunan lainnya adalah surau, yang difungsikan sebagaimana mestinya, serta sebuah kafetaria sederhana, tempat orang dapat berkenalan dengan berbagai macam masakan padang.


Ranah Minang adalah gambaran sebuah 'nagari', dimana alam dan budayanya bercorak amat khas. Konon, sistem kekerabatan matriarkat yang dianut merupakan satu-satunya yang ada di dunia pada saat ini.Dalam sistem ini, figure ibu sangat dihormati dan peranannya sangat besar dalam sebuah keluarga.Semua harta warisan seluruhnya adalah milik ibu (wanita).Oleh karena itu, kamu lelaki harus bersikap mandiri. Sikap demikian ditumbuhkan sejak masa kanak-kanak, dengan cara melatih hidup terpisah dari orang tua. Pemuda Minang sejak kecil telah terbiasa hidup di Surau, tempat 'perantauannya' yang pertama sebelum mereka melangkah ke tempat yang lebih jauh.Namun dimanapun mereka berada mereka senantiasa rindu kampuang.Itulah sebabnya anjungan Sumatera Barat tak pernah sepi dari kunjungan dan partisipasi masyarakat Minang. Mungkin sekedar ingin melepas rasa rindu kampuang itu, sebelum sempat menjenguk ibu pertiwinya, Ranah Minang.

Penulis : Dian Arta H.H

Museum Indonesia - Dian

Museum Indonesia



Gagasan awal berdirinya museum Indonesia berasal dari Ibu Tien Soeharto, lalu dituangkan dalam bentuk bangunan bergaya Bali yang terdiri dari 3 lantai. Melalui Filosofi Tri Hita Kirana, seorang Arsitek bernama Ida Bagus Tugur mengembangan museum tersebut. Filosofi tersebut menjelaskan adanya tiga sumber kebahagiaan manusia, yakni hubungan sesame manusia, hubungan manusia dengan lingkungannya serta manusia dengan Tuhan. Museum ini dibangun tahun 1976 dan diresmikan pada 1980 yang bertepatan dengan peringatan HUT ke-5 Taman Mini 'Indonesia Indah' oleh Presiden Soeharto. Museum ini berfungsi sebagai tempat pameran tetap dengan pemaparan benda koleksinya yang terbagi kedalam 3 tema. Lantai 1, bertemakan Bhinneka Tunggal Ika yang menampilkan keanekaragaman pakaian adat dan pakaian pengantin. Lantai 2, bertemakan manusia dan lingkungan sedangkan lantai 3, bertemakan seni dan kriya yang menampilkan hasil seni garapan dan seni ciptaan baru.


Lantai I Bhinneka Tunggal Ika menampilkan pakaian adat dan pakaian pengantin secara lengkap yang terdiri dari 33 provinsi. Koleksi pakaian pengantin dan pakaian adat yang dimiliki museum ini merupakan koleksi terlengkap yang dimiliki oleh sebuah museum di Indonesia bahkan di dunia. Pameran keanekaragaman pakaian adat dan pakaian pengantin merupakan cermin kemajemukan budaya masyarakat Indonesia, baik dari sisi Agama, Pakaian, Kesenian, maupun Adat-istiadatnya. Pada bagian lain, lantai ini juga memaparkan berbagai jenis wayang dalam sebuah diorama serta alat musik tradisional.


Lantai II bertemakan manusia dan lingkungan, menampilkan benda-benda budaya di lingkungan sekitar yang diwujudkan dalam bentuk rumah tradisional berupa rumah tinggal, rumah ibadah, dan lumbung padi. Bangunan-bangun tersebut menyesuaikan dengan keadaaan lingkungan, termasuk bentang darat, misalnyarumah di dataran rendah, di atas pohon, ataupun di atas sungai. Selain itu juga, ditampilkan ruangan bangunan rumah, antara lain kamar pengantin Palembang, ruang dalam Jawa Tengah, dan ruang dapur batak. Benda budaya dan peralatan mata pencaharian yang dipamerkan meliputi alat perikanan, alat berburu dan meramu, alat pertanian serta upacara daur hidup (Life cycle rites) ditampilkan dalam bentuk diorama, meliputi ucapara tujuh bulan (mitoni), upacara turun tanah, upacara khitanan, upacara potong gigi (mapedes), upacara penobatan Datuk, dan pelaminan Sumatera barat yang mewakili upacara pernikahan.


Lantai III merupakan tempat pameran dengan tema Seni dan Kriya menampilkan hasil seni garapan dan ciptaan baru, seperti aneka kain yang meliputi songket, tenun, batik. Selain itu juga terdapat berbagai benda kerajinan dari bahan logam seperti perak, kuningan dan tembaga. Seni ukir juga terdapat disana, antara lain adalah hasil seni ukir dari Bali, Toraja dan Asmat. Pohon hayat yang diilhami gunungan dalam pergelaran wayang sebagai pembuka, pergantian dan penutup suatu adegan dalam pergelaratn wayang berdiri megah setinggi 8 meter dengan lebar 4 meter, lambing alam semesta yang mengandung unsur udara, air, api dan tanah. Penempatan pohon Hayat di lantai III sekaligus menutup rangkain cerita atas seluruh tema pameran secara keseluruhan.


Selain pameran tetap, setidaknya setiap setahun satu kali Museum Indonesia menyelenggarakan pameran dengan tema khusus, antara lain pameran topeng, kain, senjata dan lukisan. Acara ini dilakukan baik di dalam maupun di luar lingkungan yang kadang didukung dengan peragaan terkait dengan tema, misalnya peragan membatik dan menatah wayang.


Pengunjung yang datang tidak hanya berasal dari Nusantara saja, melainkan juga wisatawan Mancanegara. Para pelajar dan mahasiswa yang diberi tugas terkait dengan mata pelajaran atau mata kuliah juga kerap mendatangi tempat ini. Museum ini bahkan secara khusus dijadikan tujuan kunjungan tamu Negara. Museum yang dilengkapi dengan bale panjang, bale bundar, dan bangunan soko tujuh ini dapat disewa oleh masyarakat umum untuk berbagai keperluan seperti pernikahan, seminar, pameran atupun pertemuan.

Penulis : Dian Arta H.H